Thursday, September 22, 2005

Turis Pelajar Sok Naik Taksi

Padahal naik taksi di London adalah salah satu hal yang paling tidak disarankan. Mahal. Macet. Tapi ya gimana, wong bawaan segambreng gitu. Masa iya mau naik tube yang stasiunnya melibatkan puluhan anak tangga gitu.. Bawaan gw gak gitu-gitu amat siiyy.. koper 28 kg, satu ransel backpack 8 kg dan 1 tas laptop 5 kiloan deh. Mayan.

Tapi berhubung gw ada barengan ke asrama, yaitu bareng Mbak Eni, jadilah kami memutuskan untuk naik taksi. Ohoi, cihui.

Pilihannya ada dua : black cab dan mini cab.

Black cab adalah yang paling terpercaya. Tapi sekaligus juga paling mahal. Bentuknya seperti mobil kuno. Row pertama tentu saja untuk supir. Row kedua yang untuk penumpang lumayan lega. Koper aja bisa ditaro dengan leluasa di situ. Ini memang yang paling dianjurkan, tapi kan isi kantong kita gak mengijinkan.

Akhirnya pilihan jatuh kepada mini cab. Gak mini-mini amat siy. Wong mobilnya layaknya silver bird di Jakarta. Tapi tarifnya lebih murah. Pesan moralnya cuma satu, pilih taksi yang berlisensi. Lisensinya ini menandakan bahwa ni taksi punya ijin (ya iya lah.. pan punya lisensi, pegimane atuuuhh..). Kalo terjadi apa-apa sama si penumpang, polisi bisa nyari ni taksi dan minta pertanggungjawaban. Tapi kalo pake taksi yang tidak berlisensi ya wasalam aja. Lisensinya nih taksi bisa dilihat lewat stiker yang ada di kaca depan taksi ybs, ada

Caranya adalah begini. Kita menelfon ke nomor bebas pulsa dari perusahaan mini cab itu. Ada beberapa perusahaan. Kita pilih salah satu aja, tanya ke desk information yang ada di bandara. Setelah ditelfon, pesan lah itu satu taksi dari Heathrow ke alamat kita. Lalu akan muncul seorang laki-laki perkasa memegang kertas bertuliskan nama kita. Oh dialah kekasih hati kita pagi itu.

Gw, Mbak Eni dan Pauline ternyata bisa diangkut dalam satu taksi yang sama. Gw dan Mbak Eni sudah pasti ke Paul Robeson House, sementara Pauline mau ke asrama-nya LSE di tepi sungai Thames. Okeh, deal punya deal (gak gigih-gigih amat siy, wong gatau gimana nawarnya), disepakati lah rate taksi ini. Untuk gw dan M'Eni adalah 38 pounds, sementara untuk Pauline adalah 40 pounds karena lebih jauh.

Ih, curang banget gak sih. Kalo di Jakarta, maka si Pauline kan tinggal bayar terusan ongkosnya aja toh, antara asrama gw sampai asramanya dia. Tapi ini dia mesti bayar full fare gitu, meskipun berbagi taksi bareng kita. Kalo mau kan total fare taksi dari Bandara Heathrow sampe ke asramanya Pauline, terus bagi tiga. Eh, gimana yang adil ya sebetulnya? Oh sebodo teuing lah.

Ok. Sekarang kita naik taksi. Oh, baru diketahui kemudian bahwa ternyata penumpang taksi harus menanggung biaya parkir selama di Heathrow. Si pak supir ini markir di Heathrow dengan harga 1,20 pounds.

Taksi di London (atau mungkin di seluruh UK) dilengkapi dengan GPS. Jadi, sebelum berangkat, pak supir (gw belum nemu yang perempuan siy) akan menanyakan alamat lengkap. Ini termasuk kode posnya. Alamat gw adalah : 1 Penton Rise, London WC1X 9EH. Lalu dia ketik itu alamat dan kode posnya, lalu muncullah peta di alat GPS-nya. Peta ini menggambarkan jalan dari Heathrow menuju asrama gw.

Idih enak banget jadi supir taksi kalo gini caranya.. gw juga sanggup.

Dan alat ini beneran curang banget. "100 yards from now, turn left." "Stay on the right, then after the corner, turn right" Coba tuh, enak banget dong dapet instruksi lisan seperti itu dalam perjalanan satu titik ke titik lain. Tinggal ngikutin aja petunjuknya. Tapi karena gw mesti terlihat gagah di bidang perpetaan, maka gw ngeliat jalur yang kita lewatin lewat peta Time Out London yang gw punya. Gw sibuk nyocokin nama jalan yang gw liat di plang dengan tulisan mini dalam buku Time Out itu. Btw, plang jalan di London tidak ditaro di plang berwarna hijau dengan pipa besi yang menyangganya, seperti di Jakarta. Tapi plang nama jalan ditulis pada pelat berwarna putih dan ditempelin di sisi atas dinding bangunan pertama yang ada di ujung jalan. Jadi, kalau mau liat nama jalan, emang mesti dari ujung, karena pas di tengah-tengah udah ga ada kesempatan lagi untuk mengintip nama jalan.

Ketika perjalanan sudah makin mengarah ke asrama gw, GPS-nya kyaknya ngadat. Atau supirnya yang ngadat? Abis bilang "turn left", tiba-tiba langsung ngomong "turn right". Padahal kan kita ngandelin dia banget untuk nyampe rumah.. Akhirnya sempat lah itu kami berputar-puar blok yang berada di seberang asrama kami. Astaga. Mending kalo muter-muternya cepet, lha wong ini kehambat macet..

Setelah berputar-putar tak karuan, akhirnya terlihat juga plang "Penton Rise" dan tepat di pojokannya berdirilah itu asrama kami. Paul Robeson House. Uang 38 poundsterling pun beralih dari kantong kami ke saku si pengemui kami yang telah mengantar kami ke asrama.

Dan jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi saat itu.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home